Melacak Sejarah Ilmu Komunikasi yang Hilang

Melacak Sejarah Ilmu Komunikasi Yang Hilang



Oleh : Hariyono  Nur Kholis


Sejarah komunikasi memang menarik untuk dikaji. Sampai saat ini kajian komunikasi baik sebagai fenomena sejarah manusia maupun sebagai disiplin ilmu belum atau bahkan tidak akan pernah selesai. Hal ini antara lain dikarenakan kedudukan ilmu komunikasi yang penting bagi kehidupan manusia serta sifatnya yang multidisiplin.
Berawal dari sebuah diskusi informal tentang sejarah komunikasi, seorang dosen ilmu komunikasi menemukan permasalahan penting seputar sejarah komunikasi. Permasalahan tersebut adalah adanya rantai sejarah yang terputus antara sejarah retorika pada masa Aristoteles, Cicero hingga Tacitus di awal abad pertama dengan masa ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg pada abad 15. Setidaknya terdapat dinamika studi komunikasi yang tidak tercatat dan terlacak selama kurang lebih 1400 tahun (Prajarto, 2002:172).
Pengkajian tentang rantai sejarah yang terputus perlu dilakukan. Bukan saja untuk memperjelas sejarah studi ilmu komunikasi, tetapi juga berkaitan dengan diktum yang dikeluarkan oleh The Palo Alto Group “One Cannot not Communicate” yang berarti seseorang tidak bisa untuk tidak berkomunikasi (Watzlawick, Beavin dan Jackson, 1967: 48). Dengan kata lain, selama masih ada sejarah manusia pastilah terdapat fenomena komunikasi di dalamnya. Kaitannya dengan sejarah studi komunikasi yang tak terlacak, berdasar pada diktum tersebut apakah ini berarti bahwa pada saat itu tidak ada sejarah manusia-tentu kita tidak sepakat dengan hal ini– atau telah terjadi sesuatu yang menyebabkan studi komunikasi tidak tercatat dan terlacak saat itu.
Berangkat dari pemikiran tersebut, tulisan ini berusaha melacak konteks sejarah dunia yang mengiringi sejarah komunikasi saat itu.
Penelusuran sejarah komunikasi yang terputus dimulai pada masa kaisar Romawi Vespasius. Meskipun saat itu tradisi keilmuan masih berkembang di masyarakat, tetapi kaisar mulai membatasi dan mengontrol gerak retorika di masyarakat (Innis,1950: 128). Sejak saat itu dimulailah kemunduran demokrasi Romawi. Tradisi retorika diganti dengan tradisi senjata dan akhirnya retorika hanya tersimpan dalam catatan sejarah.
Melangkah ke sejarah abad pertengahan yang sering disebut pula sebagai abad kegelapan bagi Eropa. Selama kurang lebih 1000 tahun (400-1400 M), Eropa benar-benar mengalami masa suram. Di bawah kendali kuasa gereja, kehidupan masyarakat hanya didasarkan pada dogma-dogma agama yang hanya boleh diartikan oleh kaum agamawan. Kebenaran diklaim hanya milik gereja, ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan ajaran gereja dianggap ajaran sesat dan terlarang. Salah satu korbannya yaitu Copernicus yang dijatuhi hukuman mati karena teori Heliosentris-nya bertentangan dengan teori gereja yang mengatakan bumi sebagai pusat tata surya (Rogers,1994: 47). Abad kegelapan benar-benar masa yang gelap bagi perkembangan ilmu pengetahuan terlebih ilmu komunikasi.
Dari daratan Eropa penelusuran sejarah komunikasi berlanjut ke kawasan Timur Tengah di benua Asia (sesuatu yang jarang diungkap dalam sejarah ilmu komunikasi). Pada abad ketujuh muncul peradaban baru. Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh nabi Muhammad telah membawa perubahan besar bagi bangsa Arab khususnya dan dunia pada umumnya. Nabi Muhammad pernah bersabda, “Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada sihirnya.”(Jalaludin Rakhmat).
Nabi Muhammad sendiri, seperti diceritakan dalam buku-buku sejarah Islam, adalah seorang orator dan diplomat yang ulung. Keahlian retorika dan kefasihan bicara yang ia miliki menjadikannya mampu berkomunikasi dengan kaum dari berbagai kalangan. Tak heran bila akhirnya Muhammad mampu mendirikan sebuah negara kota Madinah yang menguasai seluruh jazirah Arab dan agama Islam yang dibawanya berpengaruh pada hampir seluruh benua yang ada di dunia (Abdul Karim, 2005:x). Pada masa kepemimpinannya pun, Muhammad saw. beberapa  kali berkomunikasi dengan kaisar-kaisar Romawi dan Persia melalui surat yang dikirim melalui kurir (Abdul Karim, 2005: 371).
Sejarah komunikasi pada abad pertengahan juga tidak bisa lepas dari tradisi menulis. Meskipun kertas belum ditemukan saat itu, tetapi tradisi tulisan telah sering digunakan para ilmuwan sejak jaman Yunani kuno. Mereka menuliskan hasil pemikirannya pada daun papyrus, lempengan batu dan kulit binatang. Puncaknya terjadi pada masa dinasti Abbasiyah yang berpusat di kota Baghdad. Khalifah Al Makmun (813-833 M) mendirikan pusat-pusat pendidikan untuk menerjemahkan karya-karya ilmuwan Yunani, Syria dan Persia ke dalam bahasa arab (Innis,1950: 153). Ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat, banyak ilmuwan Islam yang memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan pengetahuan. Sebut saja Ar-Razi yang menulis buku kedokteran, Al Khawarizmi penemu teori trigonometri, Ibn Rusyd yang banyak membahas pemikiran filsafat Aristoteles. Di Cordova, Khalifah Hakim II membangun perpustakaan terbesar dengan koleksi lebih dari 400.000 buku. Atas jasa kaum muslimin inilah warisan kebudayaan dan pengetahuan Yunani dan Romawi terselamatkan dari kepunahan (Innis, 1950: 157). Namun sayang, warisan pengetahuan yang sangat berharga tersebut nyaris musnah akibat pembakaran perpustakaan pada masa Perang Salib dan hanya tersisa kurang lebih 30.000 buku yang berhasil diselamatkan.
Baru pada tahun 1200 an, setelah kemunduran Islam, pemindahan khazanah keilmuan Islam ke Eropa dilakukan melalui penerjemahan kembali. Hal inilah yang sedikit banyak mempengaruhi pemikiran tokoh awal Eropa seperti Aquinas dan Magnus (Innis,1950:158). Proses panjang tersebut mengawali kebangkitan bangsa Eropa dari tidur panjangnya ditambah penemuan mesin cetak oleh Gutenberg yang semakin mempercepat penyebaran ilmu pengetahuan di Eropa.
Dari penelusuran sejarah komunikasi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada abad pertengahan, komunikasi sebagai ilmu memang cenderung stagnan atau bahkan terabaikan akibat adanya monopoli kebenaran yang dilakukan pihak gereja. Sedang komunikasi sebagai fenomena sejarah manusia tetaplah menunjukkan kedinamisannya.
Catatan lain dari penelusuran sejarah komunikasi ini adalah adanya kecenderungan Eropa sentris dari ahli komunikasi untuk menjelaskan awal sejarah ilmu komunikasi. Terbukti penyebaran agama khususnya Islam sebagai fenomena komunikasi yang jelas mempunyai pengaruh besar di banyak wilayah jarang di ungkapkan. Bukan tidak mungkin fenomena-fenomena komunikasi yang sama juga terjadi di belahan bumi lainnya semisal Cina. Dan itu tentunya membutuhkan kecermatan dan kearifan para ahli komunikasi dalam mempelajari sejarah ilmunya.





Daftar Pustaka


Abdul Karim, Khalil. 2005. Negara Madinah:Politik Penaklukan Masyarakat Suku Arab. Yogyakarta: LKiS.

Innis, H.A. 1950. Empire and Communications. London: Oxford University Press.

Prajarto, Nunung. 2002. “Komunikasi: Akar Sejarah dan Buah Tradisi Keilmuan”. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol.6, Edisi November. Yogyakarta: Gama Press.

Rakhmat, Jalaluddin.      . Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rogers,Everett M. 1994. A History of Communication Study. New York: The Free Press.

 
**) Hariyono Nur Kholis, Lahir di Sumenep, sebuah  kota kecil di  ujung timur pulau Madura. Sedang melanjutkan Study Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menjabat sebagai Koordinator Kajian Sastra di Komunitas Sastra Rudal Yogyakarta.






Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Melacak Sejarah Ilmu Komunikasi yang Hilang"