Puisi: Octavio Paz
Puisi:
Octavio Paz
Sentuhan
Jari-jari tanganku
membuka rerumbai tiraimu
mengenakan padamu yang lebih telanjang
mengelupas tubuh-tubuh dari tubuhmu
Jari-jari tanganku
menciptakan tubuh lain buat tubuhmu
Gerak
Jika engkau kuda betina bergairah
Aku kelok-jalanan penuh darah
Jika engkau salju pertama yang mekar
Aku orang yang menyalakan jantung fajar
Jika engkau menara malam hari
Aku di ingatanmu pasak berapi
Jika engkau genangan pagi yang pasang
Aku perih tangis pertama burung di sarang
Jika engkau keranjang buah jeruk matang
Aku kemilau mata pisau matahari terang
Jika engkau meja batu persembahan
Aku sepasang ulur-tangan berdosa
Jika engkau daratan yang tertidur
Aku batang-batang hijau subur
Jika engkau lompatan kaki-kaki angin
Aku jilatan nyala api yang dingin
Jika engkau dua bibir air
Aku sepaut mulut lumut
Jika engkau rimbunan hutan awan
Aku tajam kapak pemotong pohonan
Jika engkau kota yang hampir mati
Aku badan hujan yang mengabdi
Jika engkau gunung warna kuning
Aku lengan-lengan pohon merah
Jika engkau matahari melangit
Aku kelok-jalanan penuh darah
ANGIN
( Viento)
Berkidung dedaunan,
menari buah-buah pir di pohon;
berkisar bunga mawar,
mawar angin, bukan pohon mawar.
Gumpalan demi gumpalan awan
melayang bermimpi, jadi ganggang udara;
seluruh jagat raya
beredar bebas iringi mereka.
Segalanya bagai cakrawala;
bergetar galah apiun
dan seorang perempuan telanjang
temani angin di punggung ombak.
Aku bukan siapa-siapa,
aku tubuh mengapung, sinar, juga gelora;
segalanya dari angin
dan anginlah udara pengembara.
Between going and staying the day wavers
Between going and staying the day wavers,
in love with its own transparency.
The circular afternoon is now a bay
where the world in stillness rocks.
All is visible and all elusive,
all is near and can't be touched.
Paper, book, pencil, glass,
rest in the shade of their names.
Time throbbing in my temples repeats
the same unchanging syllable of blood.
The light turns the indifferent wall
into a ghostly theater of reflections.
I find myself in the middle of an eye,
watching myself in its blank stare.
The moment scatters. Motionless,
I stay and go: I am a pause.
Two Bodies
Octavio Paz
Two bodies face to face
Are at times two waves
And the night is an ocean.
Two bodies face to face
Are sometimes two stones
And the night a desert.
Two bodies face to face
Are at times two roots
Intertwined in the night.
Two bodies face to face
Are sometimes two stilettos
And night lightening sparks.
Two bodies face to face
Are two stars who are falling
In a naked sky.
Jari-jari tanganku
membuka rerumbai tiraimu
mengenakan padamu yang lebih telanjang
mengelupas tubuh-tubuh dari tubuhmu
Jari-jari tanganku
menciptakan tubuh lain buat tubuhmu
Gerak
Jika engkau kuda betina bergairah
Aku kelok-jalanan penuh darah
Jika engkau salju pertama yang mekar
Aku orang yang menyalakan jantung fajar
Jika engkau menara malam hari
Aku di ingatanmu pasak berapi
Jika engkau genangan pagi yang pasang
Aku perih tangis pertama burung di sarang
Jika engkau keranjang buah jeruk matang
Aku kemilau mata pisau matahari terang
Jika engkau meja batu persembahan
Aku sepasang ulur-tangan berdosa
Jika engkau daratan yang tertidur
Aku batang-batang hijau subur
Jika engkau lompatan kaki-kaki angin
Aku jilatan nyala api yang dingin
Jika engkau dua bibir air
Aku sepaut mulut lumut
Jika engkau rimbunan hutan awan
Aku tajam kapak pemotong pohonan
Jika engkau kota yang hampir mati
Aku badan hujan yang mengabdi
Jika engkau gunung warna kuning
Aku lengan-lengan pohon merah
Jika engkau matahari melangit
Aku kelok-jalanan penuh darah
ANGIN
( Viento)
Berkidung dedaunan,
menari buah-buah pir di pohon;
berkisar bunga mawar,
mawar angin, bukan pohon mawar.
Gumpalan demi gumpalan awan
melayang bermimpi, jadi ganggang udara;
seluruh jagat raya
beredar bebas iringi mereka.
Segalanya bagai cakrawala;
bergetar galah apiun
dan seorang perempuan telanjang
temani angin di punggung ombak.
Aku bukan siapa-siapa,
aku tubuh mengapung, sinar, juga gelora;
segalanya dari angin
dan anginlah udara pengembara.
Between going and staying the day wavers
Between going and staying the day wavers,
in love with its own transparency.
The circular afternoon is now a bay
where the world in stillness rocks.
All is visible and all elusive,
all is near and can't be touched.
Paper, book, pencil, glass,
rest in the shade of their names.
Time throbbing in my temples repeats
the same unchanging syllable of blood.
The light turns the indifferent wall
into a ghostly theater of reflections.
I find myself in the middle of an eye,
watching myself in its blank stare.
The moment scatters. Motionless,
I stay and go: I am a pause.
Two Bodies
Octavio Paz
Two bodies face to face
Are at times two waves
And the night is an ocean.
Two bodies face to face
Are sometimes two stones
And the night a desert.
Two bodies face to face
Are at times two roots
Intertwined in the night.
Two bodies face to face
Are sometimes two stilettos
And night lightening sparks.
Two bodies face to face
Are two stars who are falling
In a naked sky.
Boogarafi Singkatnya Octavio Paz Lozano lahir tanggal 31 bulan Maret tahun 1914 dan meninggal pada 19 April 1998 di usianya yang ke 84 tahun merupakan seorang penulis, penyair dan diplomat dari negara Meksiko. Dia mendapatkan berbagai Penghargaan Internasional Neustadt Kesusastraan pada tahun 1982 dan Penghargaan Nobel Kesusastraan pada tahun 1990 silam.
0 Response to "Puisi: Octavio Paz"
Post a Comment