Tak Perlu Menangis
Puisi-Puisi Hariyono Nur Kholis*
Tak Perlu Menangis
Sebab metahari
setia terbit
tebagai tempat
kita menatap semesta
dan aku juga tak
ingin pagi yang berawan ini menjadi hujan
Biar air matamu
tidak mengadu kemana-mana
dan lukamu tidak
diartikan sebagai luka dan lara
melainkan
kelembutan dan kesejukan yang tertuang
dikedalaman jiwa
penyair.
Yogyakarta, 2014
Lapar Itu Sepi
Sepi yang
menyelami nyeri
dilangit senja
berawan
keresahan mencari
kata baru untuk menjadi jalan
Asap, deru knalpot
dan krikil rel gemetaran
sayang, ia bukan
minuman pemyangga lapar
Keringat mengelu
dalam kaki
seluruh sudut
jalanan memberontak mengajak perang
laksana deting
pedang di ruang badai
Angin, air mata
dan sumber kesejukan menhantui
perawan-perawan
bergoyang kemabukan
ketakutan, berlalu
sebagai patahan sayap-sayap
Anak dalam
gendongan terlihat melekat
di kening
perempuan yang mengenang penguasa
Ini tanah air
pengecut
dari bulu halus
para tikus
merobek matahari
bersama kelaparan
Tenggorokanku
seakan menjadi ruang angin kematian
sebelum kupanggil
kata puisi dimana tempat
kunikmati rasa
yang berwarna masa
Tidak ada salahnya
kau bermain dijiwaku
dan kuizinkan juga
kau menangis bersamaku
untuk
melangkahkan.
Yogyakarta, 2014
Hujan Akhir Tahun
Merayap
keperkampugan membawa cerita duka
sejuta tanda
tanya, kepung jalanan kota
lukiskan pesan
pada dinding gedung perkantoran
Agar semua paham
tentang aroma yang tak nyaman
melukai waktu
yang terus berjalan
tentang sungai
yang tak pernah bertanya.
Yogyakarta, 2014
Aku Terima Kabar
Aku terima kabar dari tetangga
Diperkampungan desa
Ada banyak kata yang dijanjikan
Rerumputan terasa sesak membaca namanya
Mabuk oleh gambar yang bergelantungan
Pada akhirnya kata-kata itu
Mesti aku tagih tiada henti
Aku terima kabar
Awal hujan
Sebagai modal buat hanyutkan hutang
Tidak jauh beda, layaknya bisikan syetan
Yogyakarta, 2013
Nyanyian Angkringan
Telah tersaji setumpuk bungkus nasi
Peralatan buat meracik kopi
Asap yang setia menyelami dingin angin malam
Terkadang bergetar menyanyikan kerinduan
Hingga suara
mesin pabrik memecah
Menjilati.
Padahal jarang
badai dingin malam menegurnya
Pada tubuh dan
sepasang matanya yang binar
Mengandung asap,
kabut yang sendu.
Yogyakarta, 2013
Purnama Akhir Tahun
Berhenti menempel
pada bebatuan yang berlumut
Suasana cahaya
Negeri mendadak beruba ghaib
Ingin rasa aku
menusukya.
Yogyakarta, 2013
0 Response to "Tak Perlu Menangis "
Post a Comment