Perjuangan Ayah
By : Hariyono Nur Kholis
Disebuah Desa terpencil hiduplah sebuah keluarga yang sangat sederhana sekali yaitu
keluarga Bang Toyip beliau tinggal
dengan anak Satu wayangnya yang sejak umur 4 tahun sudah di tinggal ibunya
bekerja sebagai TKI ke Luar Negeri . Meski kini ia hanya tinggal berdua mereka tetap hidup tentram dan sejahtera
dengan hasil jerih payah mereka sendiri
tiap hari, bagi bapak anak satu itu
Fajar adalah teman paginya karena ia harus bangun pagi-pagi bener sebab ia harus membangunkan anaknya
untuk mencari kayu bakar untuk menanak
nasi, dibawah kebun-kebun kelapa milik
tetangganya yang kini menjadi pengusaha sukses di negeri orang .
Terkadang anaknya bergegas menujuh ke pasar yang tak
jauh dari tempat tinggalnya jalan membeli beras yang akan di masak, buat bekal
perut pagi dan sorenya, sebab bagi
keluarga Bang Toyip senja adalah penghantar pulang.semerbak aromah kopi dalam
botol aqua diranjang pikulannya yang senantiasa mengiringi perjalanan dan setia
menemani di ladangnya, sampai senja diufuk barat sana tenggelam.
Diantara
bias cahaya rembulan, terdengar suara kembang api tanda lembaran tahun baru
sebentar lagi akan dibuka terdengar sesaat lalu sepi dilangit alun-alun
kampungnya dekat rumah Bang Toyib.Kira-kira sudah empat tahun lebih istri Bang
Toyib tak pernah memberi kabar dan tak pernah pulang-pulang dikalah lebaran,dan
perayaan tahun baru seperti ini padahal
anak dan bang Toyib dirumah merindukannya,namun Bang Toyib hanya bisa pasrah
dan berdo’a pada tuhan agar istrinya
senatiasa diberi rizki dan kesehatan.kala itu sunyi masih menepih
diperabot-rabot dapur,lemari dan juga meja tamu
dirumahnya.
“Nak
kalau boleh jujur ayah minta maaf karena
lebaran kemarin ayah tidak bisa membelikan baju untukmu begitupun dimalam tahun
baru ini ayah juga tak bisa memberi kebahagian apa-apa untukmu.?”dengan
perasaan hati yang sedih dan aliran air mata yang menetes yang selamah ini
terbendung dikelopaknya Bang Toyib mengungkapkan pada anaknya bahwa ia tak bisa
memberi apa-apa.karena hasil usahanya
selamah ini dibayarkan pada Bank untuk
melunasi sisa hutang uang ongkos
istrinya. sebab jika hutang itu tidak cepat-cepat di lunasi bulan ini pihak
Bank akan menyita ladang satu-satunya warisan almarhum ayahanda dan ibundanya
dimana ladang itu sebagai kiblat
hidupnya selama ini.Fikri terasa bingung dan sedikit tercenggan dikalah
melihat sosok ayahnya yang selamah ini mengajarinya agar senantiasa tegar
menghadapi segalah rintangan hidup ini, menangis dan sedih dihadapannya.
“Ngak
usah bersedih Ayah.?” Fikri tahu kok meski keluarga kita miskin harta,tapi
Fikri yakin iman dan dhzikir kita pada tuhan masih kayakan?”
”he’em
“Bang Toyib mengangukkan kepalanya tanda meyakini
sambil
menghapus air mata dan melontarkan kristal-kristal senyum yang disematkan di khening
anaknya Bang Toyib bersimpuh lalu ia memuluk pelan anaknya meresapi rasa syukur
atas Anugerah hidup yang telah diberikan
Tuhan selama ini padanya.
Sunyi telah membuang tangis mereka jauh, embun yang di bawah angin
malam itu, membekukan lelap tidur
anaknya bersama asap petasan dan kembang
api yang mengepul menyelinap diatas ranjang tidurnya.Namun di teras luar lamunan Bang Toyib masih belayar jauh bersama
secangkir kopi hangat dan seputung rokok yang tadinya di matikan lalu
dihidupkan kembali.
***
Mungkin sunyi
baginya adalah sahabat tampa kata setianya tempat berbagi. dan semenjak ditinggalakn istrinya aktivitas
Bang Toyip tiap malamnya hanya merenung tak seperti waktu dulu yang kebanyakan waktunya dihabisakn ikut ronda di pos gardu di pusat
kampung.Tiba-tiba bunyi terompet teriring suara kokok ayam membuat ingatannya
terlempar lagi pada saat –saat dulu ketika Markoya memutuskan untuk pergi menjadi seorang TKI di luar negeri yang
dikarenakan oleh faktor ekonomi,
sulitnya lapangan kerja,dan penindasan hak,uang rakyat yang semakin hari
semakin berkembang bahkan berdarah daging ditubuh para wakil rakyat.
“Toyip
kutitipkan anak kita padamu dan
jadikanlah ia sebagai pendamping hari-harimu,maafin aku jika
keputusanku ini membuat keindahan keluarga sakina mawadha kita terabaikan,dan seaakan tergadaikan dan aku berjanji esok akan kembali dan
membawa kalian bersama-sama kasana.ingat..! kutitipakan salam ini pada anak
kita sampaikanlah jika ia tumbuh menjadi anak dewasa nanti.ini bukan
semata-mata atas kekecewaaku berkeluaraga sama kamu Bang, akhir kata jaga
baik-baik diri Abang juga anak kita juga, kucapakan banyak terimakasih atas semua
do’a restumu Aku Pergi ”ucapan
istrinya dulu
Siapa
didunia ini yang tidak merindu berumah tangga lengkap? Dimalam-hari yang penuh
kebahgiaan sebagai kepala rumah tangga istri baginya adalah sebuah bagian
kebahagian yang mampu melengkapi ruang kosong kehidupan. Lamunan itu membawa si
Toyip mengarungi sejuk malam tanpa bingkai setia pada lempengan-lempengan
perjalan sejarah.
***
Perayaan Tahun Baru ini adalah lembaran keempat
dimana si Toyip dan simata wayangnya
masih ditinggal pergi dan tak pulang kembali,dalam perjalanannya masih
meraih sebuah ruang kosong,sunyi,sepih dan itu semua bukan hal yang aneh di
Negeri Indonesia ini.entah dari mana
kabar shubuh seakan menyibak malamnya setelah terdengaar suara pangilan dari
luar pagar rumahnya.
“Toyip-toyip..”suara
Pak RT begitu lentang memanggilnya.
“Dimana
ayahmu sitoyip,Cong.?”tanya bapak RT
pada anaknya
“Beliau
kebetulan masih belum bangun”jawabnya. Bang Toyip Tekejut dari tidurnya sebab
tak seperti biasa Pak RT bertamu dirumahnya.
“Maaf
Pak RT kalau boleh tahu ada perlu apa ya,.?pak RT Pagi-pagi datang kegubuk
kami.
“Seperti
ini aku tadi nonton berita tadi pagi ditelivisi aku melihat istrimu.! markoya
meninggal dunia dianiayah majikannya diluar negeri.
“Apa.?
”Ibu meninggal?mendengar kabar pagi itu Bang Toyib dan anak lemah tak
berdayah,kini Bang Toyib benar-benar telah di tinggal Pergi untuk sekian
kalinya.
Hariyono Nur Kholis*. Lahir di
Gapura Sumenep, 21 Agustus 1992,
sebuah kota kecil di ujung timur pulau Madura. Mahasiswa Komunikasi Dan Penyiaran Islam
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Kini bergiat di Komunitas Sastra Celurit Rembulan dan karya
puisinya terkumpul dalam antologi bersama “Kidung Malam” (2010).
0 Response to "Perjuangan Ayah"
Post a Comment